Rabu, 18 Februari 2015






BUDI PEKERTI

        Salah satu persoalan terpenting bangsa Indonesia masa kini adalah ketidakpiawaian dan kegagalan dalam berelasi. Hal ini mencuatkan banyak gejala, terangkum dalam spectrum amat luas, dari ketidaksantunan dan budi bahasa yang buruk, sampai goyahnya kebersamaan kebangsaan. Yang sangat disayangkan oknum yang melakukan adalah orang-oran terpelajar yang mengenyam dunia pendidikan.
         Mantan Menteri Pendidikan Muhammad Nuh pernah mengatakan betap pentingnya sikap-perilaku budi pekerti dalam kehidupan sehari-sehari. Beliau membaurkan hal tersebut dalam Kurikulum 2013.  Telah disajikan seabrek mata pelajaran di sekolah mengenai kayanya pesan-pesan budi pekerti. Khususnya pada mata pelajaran PAIBP (Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti) dan PPKN (Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan). Disampaikannya secara mendetail tentang budi pekerti. Pesan-pesan budi pekerti lainnya juga disampiakan secara tipis pada mata pelajaran lain seperti Bahasa dan Ilmu social.  Dari hal tersebut bisa diasumsikan, peserta didik telah mengetaui dan memahami pesan-pesan tersebut dengan baik. Namun, mengapa tetap saja kita dapati berulang kali perilaku buruk orang-orang disekitar kita, yang tidak mencerminkan kepemilikan budi pekerti nan memadai?
            Seorang pengamat Psikologi dari STFF Widya Sasana , Limas  Susanto Sp. K.J mengatakan ada dua Kategori jawaban  mengenai masalah tersebut. Yang pertama, Konstituensi yang berandil mewujudkan ketidakpiawaian dan kegagalan berelasi. Bukan hanya para peserta didik, mahasiswa, melainkan pula orang-orang Indonesia yang tidak lagi bersekolah formal. Mereka adalah politikus, birokrat, orangtua, penguasa, dan wara masyarakat lain. Merekapun pernah mendapat pesan-pesan budi pekerti. Namun, adakah mereka masih mengetahui dan memahami pesan budi pekerti itu? Adakah mereka juga masih mengejawantahkan penetahuan dan pemahaman itu dalam sikap dan perilaku riil sehari-hari?
Jawaban kedua, perwujudnyataan sikap dan perilaku tidak senantiaa seiring-sejalan-sesuai (jonsonan) dengan pengetahuan dan pemahaman. Pengetahuan saja tidak akan menjamin perbaikan sikap dan perilaku, apalagi menjammin tumbuh kembang. Untuk mengejawantahkan perbaikan sikap dan perilaku , manusia perlu tahu (know), juga kesempatan berlatih mendemostrasikan (show), dan melakukan (do) yang ia ketahui. (Intisari, 2004)
Jadi, mengejewantahkan perbaikan sikap dan perilaku tidak bisa denngan menuturi, menyampaikan cerita, menguliahi (tell), tapi perlu dengan memperaakan, menunjukkan contoh, dan melakukan.
Saat ini pelajar khususnya siswa dan mahasiswa dituntut tahu dan paham banyak hal, tetapi mendapat sedikit sekali kesempatan untuk berlatih mengejawantahkan yang mereka ketahui dan pahami dalam praktikum. Serta amat kuran mendapatkan contoh atau teladan riil sikap-perilaku yan susai. Tidak heran, hasilnya insane-insan yang pintar berbicara, bercerita, bercermah tetapi kurang berbudi pekerti. Sikap-perilaku mereka tidak sesuai dengan yang mereka katakana dan cermahkan.
Nah dari paparan diatas, masihkah kita hanya sebagai orang yang pandai dalam tell and say. Yuk rubah sikap dan perilaku kita “Talk  Less Do More” . Semoga bermanfaat salam pelajar. Belajar, Berjuang dan Bertaqwa.

Kata mutiara
“Pendidikan bukan cuma urusan memperbanyak isi memori otak atau mencari tahu sesuatu yang tidak diketahui sebelumnya. Namun lebih dari itu adalah upaya menghubunkan semua yang sudah diketahui dengan hal-hal yang masih menjadi misteri”

0 komentar:

Business

Entri Populer